Mengenai Saya

Foto saya
aQ hnylh wnita bysa yg tkut sm Sang Kholik.. aQ hnylh wnita bysa yg ingn d manja aNd d ciNta.. tp aQ....... ^_^ mNiezzz,, ^_o m0etdzzz,, ^_* baikzzz,, ^_+ ramah tamah kpd seSamazzz,, ^_e ramezzz,, ^_u periangzzz,, ^_¤ aNd muaSih buanyak lgi. WuekKkekKkekKk

Minggu, 29 November 2009

MAKALAH: SELUK-BELUK KALIMAT

SELUK-BELUK KALIMAT

MAKALAH

Diajukan dan Diprestasikan untuk Memenuhi Tugas Terstruktur Pada Mata Kuliah Bahasa Indonesia



Disusun Oleh:

  1. Ai Mulyasaroh NIM 2009.1001

  2. Andri Eriyantara NIM

  3. Baden Rifa’i NIM

  4. Darajat P. Wiguna NIM 2009.1007

  5. Dede Supiandi NIM 2009.1008

  6. Dina Yuliana NIM 2009.1012

  7. Karina Noviyanti NIM 2009.1024





SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM (STAI) SUKABUMI

Jalan Veteran I No. 36 Telp. (0266) 225464 Kota Sukabumi 43111



KATA PENGANTAR


Bismillahirahmanirrahim,

Segala puji hanya untuk Allah, Tuhan seru sekalian alam. Shalawat dan salam semoga dilimpahkan kepada Nabi Muhammad SAW, Rasulullah terakhir yang diutus dengan membawa syari’ah yang mudah, penuh rahmat, dan membawa keselamatan dalam kehidupan dunia dan akhirat.

Makalah berjudul Seluk-Beluk Kalimat ini disusun untuk memenuhi tugas terstruktur pada mata kuliah bahasa indonesia. Kami telah berusaha semaksimal mungkin sesuai dengan kemampuan yang ada agar makalah ini dapat tersusun sesuai harapan.

Sesuai dengan fitrahnya, manusia diciptakan Allah sebagai makhluk yang tak luput dari kesalahan dan kekhilafan, maka dalam makalah yang kami susun ini pun belum mencapai tahap kesempurnaan.

Kami sampaikan terima kasih kepada pihak-pihak yang turut membantu dalam proses penyelesaian makalah ini, khususnya kepada Bpk. Mulyawan S. Nugraha, M.Ag., M.Pd. yang telah memberikan tugas makalah ini. Dan umumnya kepada rekan-rekan yang telah memberikan motivasi dalam bentuk moril maupun materiil.

Mudah-mudahan makalah ini dapat memberikan manfaat, dan semoga amal ibadah serta kerja keras kita, senantiasa mendapat ridho dan ampunan dari-Nya. Amin.



Sukabumi, November 2009

Penulis



DAFTAR ISI


KATA PENGANTAR  ....................................................................... i

DAFTAR ISI  ....................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN

  A. Latar Belakang Masalah ................................................................ 1

  B. Rumusan Masalah .......................................................................... 1

  C. Tujuan dan Kegunaan Penulisan .................................................. 2

  D. Sistematika Penulisan ................................................................... 2

BAB II PEMBAHASAN

  A. Pengertian Kalimat ........................................................................ 3  

  B. Pola-Pola dan Bagian-Bagian Kalimat ......................................... 5  

  C. Kalimat Sederhana dan Kalimat Luas ......................................... 6

BAB III PENUTUP

A. Simpulan .......................................................................................... 18 

  B. Saran .............................................................................................. 19  

DAFTAR PUSTAKA ....................................................................... 20


BAB I

PENDAHULUAN



A. Latar Belakang Masalah

            Bahasa berfungsi sebagai alat komunikasi manusia. Bahasa mengalami perkembangan sesuai tingkatan usianya, salah satu unsur bahasa adalah kalimat. Kalimat digunakan seseorang untuk mengungkapkan ide, gagasan dan perasaan.

Ada berbagai cara yang dilakukan untuk mendeskripsikan berbagai kalimat yang ada dalam sebuah bahasa. Karena tidak terbatasnya jumlah kalimat, cara-cara yang digunakan untuk menentukan struktur sintaktiknya dilakukan melalui ragam dasar struktur kalimat yang menjadi pola kalimat-kalimat lainnya. Menurut jumlah klausanya, kalimat tunggal dinyatakan sebagai pola dasar kalimat majemuk. Ditinjau dari pola-pola yang dimilikinya, kalimat dapat dibagi menjadi kalimat inti, kalimat luas, dan kalimat transformasional.

Sehubungan dengan hal diatas, dalam makalah ini akan dibahas seluk-beluk kalimat yang berkenaan dengan pengertian kalimat, pola-pola dan bagian-bagian kalimat, kalimat sederhana dan kalimat luas. Istilah-istilah tersebut sesungguhnya telah kita kenal sejak di bangku sekolah. Walaupun demikian, hal tersebut seringkali membuat bingung. Karena itu, dengan bahasan ini diharapkan kita dapat memiliki konsep yang jelas tentang ragam kalimat tersebut.


B. Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah yang kami bahas dalam makalah ini adalah sebagai berikut:

  1. Apa pengertian kalimat?

  2. Sebutkan pola-pola yang terdapat dalam kalimat?

  3. Sebutkan bagian-bagian yang terdapat dalam kalimat?

  4. Jelaskan mengenai kalimat sederhana?

  5. Jelaskan mengenai kalimat luas?


C. Tujuan dan Kegunaan Penulisan.

1. Tujuan

Adapun tujuan makalah ini adalah agar para mahasiswa diharapkan dapat:

a. Mengungkapkan pengertian kalimat.

b. Memaparkan pola-pola yang terdapat dalam kalimat.

c. Mendeskripsikan bagian-bagian yang terdapat dalam kalimat.

d. Menjelaskan kalimat sederhana.

e. Menjelaskan kalimat luas.

2. Kegunaan

Kegunaan dari makalah ini adalah untuk pengetahuan dan dapat digunakan dalamkehidupan sehari-hari.


D. Sistematika Penulisan

Adapun sistematika penulisan dalam makalah ini adalah sebagai berikut:

Cover

Kata Pengantar

Daftar Isi

BAB I PENDAHULUAN

  1. Latar Belakang Masalah

  2. Rumusan Masalah

  3. Tujuan dan Kegunaan Penulisan

  4. Sistematika Penulisan

BAB II PEMBAHASAN

  1. Pengertian Kalimat

  2. Pola-Pola dan Bagian-Bagian Kalimat

  3. Kalimat Sederhana dan Kalimat Luas

BAB III PENUTUP

  1. Simpulan

  2. Saran

Daftar Pustaka


BAB II

PEMBAHASAN


A. Pengertian kalimat

Kalimat adalah satuan bahasa terkecil, dalam wujud lisan atau tulisan, yang mengungkapkan pikiran yang utuh. Dalam wujud lisan kalimat diucapkan dengan suara naik-turun, keras-lembut, disela-jeda dan diakhiri dengan intonasi akhir.

Dalam wujud tulisan berhuruf berlatin kalimat dimulai dengan huruf kapital dan diakhiri dengan tanda titik (.), tanda tanya (?), dan tanda seru (!). Pendapat lain mengatakan,’’kalimat adalah satuan gramatik yang dibatasi oleh adanya jeda panjang yang disertai nada akhir naik dan turun.’’

Sekurang-kurangnya kalimat dalam ragam resmi, baik lisan maupun tulisan harus memiliki subjek (S) dan predikat (P). Kalau tidak memiliki unsur subjek dan unsur predikat, pernyataan itu bukanlah kalimat. Deretan kata yang seperti itu hanya dapat disebut sebagai frasa. Kalau dilihat dari hal predikat kalimat-kalimat dalam bahasa indonesia ada dua macam, yaitu

  1. Kalimat-kalimat yang berpredikat kata kerja, dan

  2. Kalimat-kalimat yang berpredikat bukan kata kerja.

Akan tetapi, dalam pemakaian sehari-hari kalimat yang berpredikat kata kerja lebih besar jumlahnya daripada kalimat yang berpredikat bukan kata kerja. Hal itu membantu kita dengan mudah untuk menentukan predikat sebuah kalimat. Oleh sebab itu,kalau ada kata kerja dalam satu untaian kalimat, kata kerja itu dicadangkan sebagai predikat dalam kalimat itu.

Contoh:

Tugas itu dikerjakan oleh para mahasiswa.

Kata kerja dalam kalimat ini dikerjakan. Kata dikerjakan adalah predikat dalam kalimat.

Setelah ditemukan predikat dalam kalimat itu, subjek ditemukan dengan cara bertanya menggunakan predikat, sebagai berikut:

A

3

pa yang dikerjakan oleh para mahasiswa?

Jawaban pertanyaan itu ialah tugas itu. Kata tugas itu merupakan subjek kalimat. Kalau tidak ada kata yang dapat dijadikan jawaban pertanyaan itu. Hal itu berarti bahwa subjek tidak ada. Dengan demikian, pernyataan dalam bentuk deretan kata-kata itu bukanlah kalimat.

Kalau dalam suatu pernyataan tidak terdapat kata kerja, kata yang dapat kita cadangkan sebagai predikat ialah kata sifat. Disamping itu, kata bilangan dan kata benda pun dapat dijadikan sebagai predikat. Predikat itu dapat pula berupa frasa depan.

Tadi sudah dikatakan bahwa mencari subjek sebuah kalimat adalah dengan cara bertanya melalui predikat dengan pertanyaan.

Siapa yang atau Apa yang + …… predikat.

Bagaimana halnya dengan objek? Unsur objek dalam kalimat hanya ditemukan dalam kalimat yang berpredikat kata kerja. Namun, tidak semua kalimat yang berpredikat kata kerja harus mempunyai objek. Objek itu hanya muncul pada kalimat yang berpredikat kata kerja transitif. Objek tidak dapat mendahului predikat karena predikat dan objek merupakan suatu kesatuan.

Jika dilihat dari segi makna kalimat objek merupakan unsur yang harus hadir setelah predikat yang berupa verbal transitif. Coba anda perhatikan pernyataan dibawah ini.

Ekspor non migas mendatangkan.

Frasa ekspor nonmigas merupakan subjek kalimat, sedangkan kata mendatangkan adalah unsur predikat yang berupa verba transitif. Kalimat ini belum memberikan informasi yang lengkap sebab belum ada kejelasan tentang mendatangkan itu. Oleh sebab itu, agar kalimat itu dapat memberikan informasi yang jelas, predikatnya harus dilengkapi seperti kalimat dibawah ini.

Ekspor nonmigas medatangkan keuntungan.

S P O

Andai kata suatu kalimat sudah mengandung kelengkapan makna dengan hanya memiliki subjek dan predikat yang berupa verba intransitif, objek tidak diperlukan lagi. Kalimat dibawah ini tidak memerlukan objek.


Penanaman modal asing berkembang.

S P

Kalimat itu sudah lengkap dan jelas. Jadi, unsur subjeknya adalah penanaman modal asing dan unsur predikatnya adalah berkembang. Kalimat itu telah memberikan informasi yang jelas. Kalimat itu tidak perlu dilengkapi lagi. Andaikata di belakang unsur berkembang ditambah dengan sebuah kata atau beberapa kata, unsur tambahan itu bukan objek, melainkan keterangan.

Misalnya:

Penanaman modal asing berkembang saat ini.

S P K


B. Pola-Pola dan Bagian-Bagian Kalimat

1. Pola Kalimat Dasar

Setelah membicarakan beberapa unsur yang membentuk sebuah kalimat yang benar, kita dapat menentukan pola kalimat dasar itu sendiri. Berdasarkan penelitian para ahli, pola kalimat dasar dalam bahasa Indonesia adalah sebagai berikut:

a. KB + KK : Mahasiswa berdiskusi.

b. KB + KS : Dosen itu ramah.

c. KB + KBil : Harga buku itu sepuluh ribu rupiah.

d. KB + (KD + KB) : Tinggalnya di Palembang.

e. KB1 + KK + KB2 : Mereka menonton film.

f. KB1 + KK + KB2 + KB3 : Paman mencarikan saya pekerjaan.

g. KB1 + KB2 : Rustam peneliti.

Ketujuh pola dasar kalimat ini dapat diperluas dengan berbagai keterangan dan dapat pula pola-pola dasar itu digabung-gabungkan sehingga kalimat menjadi luas dan kompleks.

Catatan

KB : Kata Benda (nomina)

KK : Kata Kerja (verba)

KS : Kata Sifat (adjektiva)

KBil : Kata Bilangan (numeralia)

KD : Kata Depan (preposisi)


2. Bagian-bagian Kalimat

Bagian-bagian kalimat adalah unsur kalimat yang menduduki salah satu fungsi dalam sebuah kalimat yang terdiri atas subyek (S), predikat (P), obyek (O) dan keterangan (K). Susunan unsur-unsur ini dalam dimensi linear disebut struktur kalimat.

Di dalam berbahasa struktur dan kaidah bahasa diantaranya struktur kalimat perlu mendapat perhatian sehingga bahasa itu baik dan benar. Oleh karena itu, struktur kalimat dalam bahasa Indonesia sangat eksplisit sehingga ada bentuk kalimat yang terdiri atas satu kata, seperti lari, ada yang terdiri atas dua kata, seperti jangan bicara, ada yang tediri atas tiga kata, yakni pergilah dari sini!, dan seterusnya.

Demikianlah kalimat itu dapat ditentukan oleh intonasi tertentu. Hal ini kalimat adalah merupakan ucapan bahasa yang mempunyai arti penuh dan batas keseluruhannya ditentukan oleh aturan dan turun naiknya suara. Sehingga terjadi pengucapan bahasa yang baik.

Melihat segi maknanya (nilai komunikatifnya) kalimat terbagi menjadi kalimat berita (kalimat deklaratif) kalimat perintah (kalimat imperatif), kalimat tanya (kalimat interogatif) dan kalimat seru (kalimat interjektif).


C. Kalimat Sederhana dan Kalimat Luas

1. Kalimat Sederhana

Kalimat sederhana merupakan kalimat yang strukturnya menjadi dasar struktur kalimat suatu bahasa . Kalimat itu ditandai oleh faktor kesesuaian bentuk makna, fungsi, kesederhanaan unsur, dan posisi atau urutan unsur. Menurut kesesuain bentuk maknanya., kalimat sederhana memiliki bentuk yang utuh atau legkap. Menurut fungsinya, kalimat sederhana adalah kalimat berita. Ditinjau dari segi kesederhanaannya, kalimat sederhana memiliki unsur-unsur minimal. Berdasarkan urutan unsur-unsurnya, posisi gatra-gatra kalimat sederhana berurutan menurut segi ketergantungan diantara sesamanya. Sifat ketergantungan ini ditentukan oleh struktur fungsionalnya: SP, SPO, SPK, SPOK.

Syarat pertama struktur kalimat sederhana adalah bentuknya yang lengkap, dengan kata lain kalimat sederhana termasuk kalimat lengkap. Kelengkapan bentuk kalimat sederhana merupakan kelengkapan minimal. Artinya, bila unsur-unsur kalimat itu ditiadakan, maka kalimat itu bukan lagi kalimat sederhana.

Contoh:

  • Dia duduk.

  • Dia berlari.

  • Dia menangis.

  • Dia membaca.

Kalimat Sederhana dibagi atas dua bagian, yaitu kalimat yang tak berklausa

dan kalimat yang berklausa satu.

Sebelum kita membahas mengenai kalimat tak berklausa dan kalimat yang berklausa satu dalam kalimat sederhana, sebaiknya kita mengetahui terlebih dahulu apa itu klausa? Klausa adalah satuan gramatikal yang berupa kelompok kata yang sekurang-kurangnya terdiri dari subjek dan predikat dan mempunyai potensi untuk menjadi kalimat. Pendapat lain mengatakan: “Klausa adalah suatu kontruksi yang didalamnya terdapat beberapa kata yang mengandung hubungan fungsional, yang dalam tatabahasa lama dikenal dengan pengertian subjek, predikat, objek, dan keterangan-keterangan.”

  1. Kalimat tak berklausa

Kalimat tak berklausa adalah kalimat yang tidak terdiri dari klausa.

Contoh:

  • Selamat pagi!

  • Pergi!

  1. Kalimat berklausa satu

Kalimat yang berklausa satu adalah kalimat yang terdiri dari satu klausa.

Contoh:

  • Lembaga itu menerbitkan majalah sastra.

2. Kalimat Luas

Kalimat luas adalah kalimat yang terdiri atas dua klausa atau lebih. Kalimat luas itu bermacam-macam. Macam-macam kalimat luas terdiri atas kalimat luas setara dan kalimat luas tak setara.

Sebuah kalimat luas dapat dipulangkan pada pola-pola dasar yang dianggap menjadi dasar pembentukan kalimat luas itu.

    1. Pola kalimat I = kata benda-kata kerja

Contoh: Adik menangis. Anjing dipukul.

Pola kalimat I disebut kalimat ”verbal”

    1. Pola kalimat II = kata benda-kata sifat

Contoh: Anak malas. Gunung tinggi.

Pola kalimat II disebut pola kalimat ”atributif”

    1. Pola kalimat III = kata benda-kata benda

Contoh: Bapak pengarang. Paman Guru

Pola pikir kalimat III disebut kalimat nominal atau kalimat ekuasional.

    1. Pola kalimat IV (pola tambahan) = kata benda-adverbial

Contoh: Ibu ke pasar. Ayah dari kantor.

Pola kalimat IV disebut kalimat adverbial

Suatu bentuk kalimat luas hasil penggabungan atau perluasan kalimat tunggal

sehingga membentuk satu pola kalimat baru di samping pola yang ada.

a. Kalimat Luas Setara

Kalimat luas setara ialah struktur kalimat yang di dalamnya terdapat sekurang-kurangnya dua kalimat dasar dan masing-masing dapat berdiri sebagai kalimat tunggal disebut kalimat luas setara (koordinatif). Kalimat berikut terdiri atas dua kalimat dasar.

Contoh:

Saya datang, dia pergi.

Kalimat itu terdiri atas dua kalimat dasar yaitu saya datang dan dia pergi. Jika kalimat dasar pertama ditiadakan, unsur dia pergi masih dapat berdiri sendiri sebagai kalimat mandiri. Demikian pula sebaliknya. Keduanya mempunyai kedudukan yang sama. Itulah sebabnya kalimat itu disebut kalimat luas setara.

Ciri-ciri kalimat luas antara lain sebagai berikut:

  1. Kedudukan pola-pola kalimat, sama derajatnya.

  2. Penggabungannya disertai perubahan intonasi.

  3. Berkata tugas/penghubung, pembeda sifat kesetaraan.

  4. Pola umum uraian jabatan kata : S-P+S-P

Kalimat luas setara dibentuk dari dua buah klausa atau lebih yang digabungkan menjadi sebuah kalimat, baik dengan bantuan kata penghubung ataupun tidak.

Kedudukan klausa-klausa di dalam kalimat setara ini adalah sama derajatnya, yang satu tidak lebih tinggi atau lebih rendah dari yang lain; atau yang satu mengikat atau terikat pada yang lain. Klausa-klausa itu mempunyai kedudukan yang bebas, sehingga kalau yang satu ditinggalkan, maka yang lain masih tetap berdiri sebagai sebuah klausa.

Pengabungan dua buah klausa menjadi kalimat luas setara ini memberikan makna yang menyatakan penggabungan :

1) Penambahan

Kalimat luas serta setara yang hubungan antara klausa-klausanya menyatakan makna penambahan dibentuk dari dua buah klausa atau lebih, biasanya dengan bantuan kata penghubung ”dan”.

Contoh :

  • Selat Sunda terletak antara Pulau Sumatera dengan Pulau Jawa dan Selat Bali antara Pulau Jawa dengan Pulau Bali

  • Kami belajar di perpustakaan, mereka bermain di halaman, dan guru-guru mengadakan rapat di kantor.

Kalau ada unsur yang sama dari klausa-klausa yang digabungkan itu, maka unsur yang sama itu dapat disatukan, artinya unsur yang sama itu hanya ditampilkan satu kali saja. Misalnya :

  • Adik belajar bahasa Inggris, Ida bahasa Perancis, dan Siti bahasa Jerman.

Predikat belajar pada klausa kedua dan ketiga dilesapkan, yang ditampilkan hanya pada klausa pertama.

2) Pertentangan

Kalimat luas setara yang hubungan antara klausa-klausanya menyatakan makna ’pertentangan’ dibentuk dari dua buah klausa; biasanya dengan bantuan kata penghubung tetapi atau sedangkan.

Contoh:

  • Saya ingin melanjutkan belajar ke perguruan tinggi tetapi orang tua saya tidak mampu membiayainya.

  • Setahun yang lalu jalan ini bersih dan mulus tetapi sekarang kotor dan berlubang-lubang.

3) Pemilihan

Kalimat luas setara yang hubungan antara klausa-klausanya menyatakan makna ’pemilihan’ dibentuk dari dua buah klausa; biasanya dengan bantuan kata penghubung atau.

Contoh :

  • Barang-barang pesanan Tuan ini akan Tuan ambil sendiri, atau kami yang harus mengantarkannya ke alamat Tuan?

  • Kamu mau menuruti nasihatku, atau kau dengarkan saja apa kata istrimu.

4) Penegasan

Kalimat luas setara yang hubungan klausa-klausanya menyatakan makna ’penegasan’ dibentuk dari dua buah klausa;biasanya dengan bantuan kata penghubung bahkan, malah, apalagi, dan lagipula.

Contoh :

  • Anak-anak itu memang nakal, apalagi kalau tidak ada ibunya.

  • Daerah ini hawanya sejuk, lagipula pemandangannya indah.

5) Pengurutan

Kalimat luas setara yang hubungan klausa-klausanya menyatakan makna ’pengurutan’ atau ’pengaturan’ dibentuk dari dua buah klausa atau lebih; biasanya dengan bantuan kata penghubung lalu, kemudian, dan sebagainya.

Contoh :

  • Kami menoleh dulu ke kiri dan ke kanan, lalu segera berlari menyeberangi jalan yang ramai itu.

  • Mula-mula mereka membuka pintu itu, lalu mereka menyiapkan pondok-pondok tempat tinggal, kemudian barulah mereka menyiapkan lahan pertanian.

b. Kalimat Luas Bertingkat

Kalimat luas bertingkat ialah kalimat yang mengandung satu kalimat dasar yang merupakan inti (utama) dan satu atau beberapa kalimat dasar yang berfungsi sebagai pengisi salah satu unsur kalimat inti itu misalnya keterangan, subjek, atau objek dapat disebut sebagai kalimat luas bertingkat jika di antara kedua unsur itu digunakan konjungtor. Konjungtor inilah yang membedakan struktur kalimat luas bertingkat dari kalimat setara.

Kalimat luas bertingkat dibentuk dari dua buah klausa, yang digabungkan menjadi satu. Biasanya dengan bantuan kata penghubung sebab, kalau, meskipun, dan sebagainya.

Kedudukan klausa-klausa di dalam kalimat luas bertingkat ini tidak sama derajatnya. Yang satu mempunyai kedudukan lebih tinggi dari yang lain; atau yang satu mengikat atau terikat pada yang lain.

Penggabungan dua buah klausa menjadi kalimat luas bertingkat ini memberikan makna yang, antara lain, menyatakan :

1) Sebab

Kalimat luas bertingkat yang hubungan klausa-klausanya menyatakan makna ’sebab’ dibentuk dari dua buah klausa yang digabungkan menjadi sebuah kalimat dengan bantuan kata penghubung karena atau sebab.

Klausa pertama (klausa bebas) sebagai induk kalimat menyatakan sesuatu peristiwa yang terjadi sebagai akibat dari terjadinya peristiwa pada klausa kedua (klausa yang tidak bebas) yang menjadi anak kalimat pada kalimat bertingkat itu.

Contoh:

  • Karena tidak pandai berenang akhirnya dia hanyut terseret air.

  • Harga jual barang-barang ini terpaksa dinaikkan sebab biaya produksi dan ongkos kerja juga baik.

Anak kalimat dan induk kalimat pada kalimat bertingkat ini dapat dipertukarkan tempatnya. Kalau anak kalimat mendahului induk kalimat maka di muka induk kalimat dapat pula ditempatkan kata penghubung maka, misalnya :

  • Karena tidak pandai berenang, maka akhirnya dia terseret arus.

2) Akibat

Kalimat luas bertingkat yang hubungan klausa-klausanya menyatakan makna ’akibat’ dibentuk dari dua buah klausa yang digabungkan menjadi sebuah kalimat dengan bantuan kata penghubung sampai, hingga, atau sehingga.

Klausa pertama sebagai induk kalimat menyatakan terjadinya sesuatu peristiwa yang mengakibatkan terjadinya peristiwa pada klausa kedua

Contoh :

  • Tukang copet itu dipukuli orang ramai sampai mukanya babak belur.

  • Penumpang kereta api itu penuh sesak sehingga untuk meletakkan sebelah kaki pun sukar.

Dalam kalimat luas bertingkat yang hubungannya menyatakan akibat ini, posisi anak kalimat selalu di belakang induk kalimat.

3)  Syarat

Kalimat luas bertingkat yang hubungan klausa-klausanya menyatakan makna ’syarat’ dibentuk dari dua buah klausa yang digabungkan menjadi sebuah kalimat; biasanya dengan bantuan kata penghubung kalau, jika, dan asal.

Klausa pertama sebagai induk kalimat menyatakan akan terjadinya suatu peristiwa kalau sudah terjadi peristiwa lain yang dinyatakan pada klausa kedua atau anak kalimatnya. Namun, perlu diperhatikan urutan induk kalimat dan anak kalimat dapat dipertukarkan.

Contoh :

  • Saya akan hadir kalau saya di undang.

  • Jika mereka bersalah tentu kami yang akan menindaknya.



4) Tujuan

Kalimat luas bertingkat yang hubungan klausa-klausanya menyatakan makna ’tujuan’ dibentuk dari dua buah klausa yang digabung menjadi sebuah kalimat; biasanya dengan bantuan kata penghubung agar, supaya, dan untuk.

Klausa pertama sebagai induk kalimat menyatakan terjadinya suatu perbuatan yang harus dilakukan agar peristiwa yang disebutkan dalam kalimat klausa kedua atau induk kalimat dapat berlangsung. Disini pun urutan kedua klausa itu dapat dipertukarkan.

Contoh :

  • Jalan-jalan diperlebar agar lalu lintas menjadi lancar.

  • Kamu harus belajar baik-baik supaya hidupmu kelak menjadi enak.

  • Pembangunan ini harus kita teruskan untuk memberi kehidupan yang lebih baik kepada anak cucu kita nanti.

5) Waktu

Kalimat luas bertingkat yang hubungan klausa-klausanya menyatakan makna ’waktu berlangsungnya sesuatu peristiwa’ dibentuk dari dua buah klausa yang digabungkan menjadi sebuah kalimat; biasanya dengan bantuan kata penghubung ketika, sesudah, sebelum dan sejak.

Klausa pertama sebagai induk kalimat menyatakan terjadinya suatu peristiwa atau perbuatan, sedangkan klausa kedua sebagai anak kalimat menyatakan waktu terjadinya peristiwa induk kalimatnya.

Urutan anak kalimat dan induk kalimat dapat dipertukarkan tempatnya.

Contoh :

  • Monumen Nasional itu dibuat ketika kamu masih kecil

  • Sesudah selesai memperbaiki saluran air ini, kita akan memperbaiki tanggul sungai itu

  • Dia sudah menyelesaikan tugasnya sebelum bel berbunyi

  • Sejak ibu meninggal kami tinggal bersama kakek di desa

6) Kesungguhan

Kalimat luas bertingkat yang hubungan klausa-klausanya menyatakan makna ’kesungguhan’ dibentuk dari dua buah yang digabungkan menjadi menjadi sebuah kalimat; biasanya dengan bantuan kata penghubung meskipun, biarpun, atau sungguhpun. Klausa pertama sebagai induk kalimat menyatakan suatu peristiwa atau perbuatan, sedangkan klausa kedua sebagai anak kalimat menyatakan peristiwa atau kondisi yang bertentangan untuk terjadinya peristiwa pada klausa pertama.

Urutan induk kalimat dan anak kalimatnya dapat dipertukarkan

Contoh :

  • Dia berangkat juga ke sekolah meskipun hujan turun lebat sekali

  • Walaupun tidak diizinkan ayah, dia pergi juga ke hutan itu

  • Pembangunan gedung itu belum selesai juga sungguhpun telah menelan biaya ratusan juta rupiah

7) Pembatasan

Kalimat luas bertingkat yang hubungan klausa-klausanya menyatakan ’pembatasan’ dibentuk dari dua buah klausa yang digabungkan menjadi sebuah kalimat; biasanya dengan bantuan kata penghubung kecuali atau hanya. Klausa pertama sebagai induk kalimat menyatakan suatu perbuatan, dan klausa kedua sebagai anak kalimat menyatakan pembatasan terhadap peristiwa pada anak kalimat.



Contoh :

  • Semua soal itu dapat saya kerjakan dengan baik kecuali nomor 17 tidak sempat saya selesaikan

  • Semua orang sudah hadir hanya Siti dan Adi belum nampak batang hidungnya.

Di sini lazim juga kata penghubung kecuali dan hanya diikuti pula dengan kata penghubung kalau. Misalnya :

  • Saya tentu akan datang memenuhi undanganmu kecuali kalau ada halangan yang tidak bisa dihindarkan

8) Perbandingan

Kalimat luas bertingkat yang hubungan klausa-kluasanya menyatakan ’perbandingan’ dibentuk dari dua buah klausa; biasanya dengan bantuan kata penghubung seperti dan bagai.

Klausa pertama sebagai induk kalimat menyatakan suatu perbuatan, sedangkan kluasa kedua sebagai anak kalimat menyatakan perbuatan lain yang serupa dengan perbuatan pada induk kalimat.

Contoh:

  • Dengan cepat disambarnya tas nenek tua itu bagai elang menyambar anak ayam.

  • Dia terkejut bukan main seperti mendengar bunyi guruh di siang bolong.

  • Direguknya air di gelas itu dengan sekali reguk sebagai orang belum minum tiga hari.

Bedasarkan uraian di atas bahwa kalimat luas setara dan kalimat luas bertingkat memiliki perbedaan. Ada tiga pedoman untuk membedakan kalimat luas setara dan kalimat luas bertingkat, yaitu

a) Letak kata penghubung

Pada kalimat luas setara kata penghubung selalu ada di antara klausa yang dihubungkan, sedanagkan pada kalimat luas bertingkat (kecuali dalam beberapa hal) posisinya dapat di antara kedua klausa yang dihubungkan, dapat pula pada awal kalimat.

Contoh :

  • Sidin pergi ke Jakarta tetapi adiknya tinggal di rumah. (setara)

  • Ia pergi ketika kita mengunginya. (bertingkat)

  • Ketika kita mengunjunginya, ia pergi. (bertingkat)

b) Macam kata penghubung

Kata penghubung yang digunakan di dalam kalimat luas setara jumlahnya tidak banyak, antara lain dan, bahkan, lalu, atau, tetapi, hanya, jadi.

Kata penghubung yang digunakan dalam kalimat luas bertingkat antara lain ketika, sebelum, sesudah, sehingga.

c) Lagu/intonasi

Pada kalimat luas setara lagu kalimat mempunyai dua puncak, jadi terbagi menjadi dua makrosegmen, sedangkan pada kalimat luas bertingkat intonasinya hanya mempunyai satu puncak. Dengan demikian lagu pada kalimat luas bertingkat sama seperti lagu pada kalimat tunggal.

Contoh :

  • Uangnya banyak tetapi hidupnya tidak tenteram.

  • Meskipun uangnya banyak, hidupnya tidak tenteram.



BAB III

PENUTUP

A. Simpulan

Kalimat adalah satuan bahasa terkecil, dalam wujud lisan atau tulisan, yang mengungkapkan pikiran yang utuh.

Bagian-bagian kalimat adalah unsur kalimat yang menduduki salah satu fungsi dalam sebuah kalimat yang terdiri atas subyek (S), predikat (P), obyek (O) dan keterangan (K).

Kalimat sederhana merupakan kalimat yang strukturnya menjadi dasar struktur kalimat suatu bahasa . Kalimat itu ditandai oleh faktor kesesuaian bentuk makna, fungsi, kesederhanaan unsur, dan posisi atau urutan unsur. Menurut kesesuain bentuk maknanya., kalimat sederhana memiliki bentuk yang utuh atau legkap. Menurut fungsinya, kalimat sederhana adalah kalimat berita. Ditinjau dari segi kesederhanaannya, kalimat sederhana memiliki unsur-unsur minimal. Berdasarkan urutan unsur-unsurnya, posisi gatra-gatra kalimat sederhana berurutan menurut segi ketergantungan diantara sesamanya. Sifat ketergantungan ini ditentukan oleh struktur fungsionalnya: SP, SPO, SPK, SPOK.

Kalimat luas adalah kalimat yang merupakan bentuk perluasan dari kalimat sederhana. Perluasan ini ada yang mencapai batas struktur kalimat tunggal, dan ada pula yang mencapai batas struktur kalimat majemuk. Pengertian istilah kalimat tunggal lebih luas daripada istilah kalimat sederhana. Kedua-duanya merupakan satuan sintaktik yang hanya terdiri atas sebuah satuan gatra. Karena itu, pengertian kalimat sederhana dipertentangkan dengan pengertian kalimat luas, sedangkan pengertian kalimat tunggal dipertentangkan dengan kalimat majemuk.



B. Saran

Bagi mahasiswa STAI Sukabumi, diharapkan agar mampu menyusun dan menggunakan kalimat sesuai dengan kaidah penggunaan berbahasa Indonesia yang baik dan benar. Dan diharapkan mampu mengaplikasikannya dalam kehidupan sehari-hari.


DAFTAR PUSTAKA


Supriyadi, 1995. Tata Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.

Tim 5 PB UIN SGD BANDUNG, 2006. Kaidah dan Pelatihan Bahasa Indonesia.

Pusat Bahasa Universitas Islam Negeri Sunan Gunung Djati.

Alwi, Hasan, Soenjono Dardjowidjojo, Hans Lapoliwa, Anton M. Moeliono,

1998. Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.

www.google.com





Jumat, 25 September 2009

Kewajiban Berjilbab Bagi Muslimah

Di jaman sekarang ini, kita lihat semakin banyak para muslimah yang berjilbab. Semoga ini menjadi bukti kesadaran para muslimah akan perintah Alloh ta’ala sebagaimana tersebut dalam firmannya dalam surat An Nur: 31 :
“Katakanlah kepada wanita beriman, hendaklah mereka menahan pandangan mereka, memelihara kemaluan mereka dan jangan menampakkan perhiasan mereka kecuali apa yang biasa nampak. Hendaklah mereka menutupkan khimar mereka ke dada mereka; dan jangan menampakkan perhiasan mereka kecuali kepada suami mereka, ayah mereka, ayah suami mereka……”
Firman Alloh ta’ala dalam surat Al Ahzab ayat 59:
“Wahai Nabi, katakanlah kepada isteri-isterimu dan istri orang-orang beriman, hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka. Yang demikian itu agar mereka lebih mudah untuk dikenal dan tidak diganggu orang. Alloh Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”
Telah cukup terang bagi kita akan kewajiban bagi seorang muslimah untuk menutup semua perhiasan. Tidak boleh sedikit pun perhiasan tadi ditampakkan di hadapan orang-orang ajnabi, yang bukan mahramnya, kecuali bagian yang biasa nampak tanpa mereka sengaja.
Pada surat An Nur Alloh ta’ala menjelaskan tentang hal-hal (maksudnya perhiasan) yang wajib disembunyikan dan yang boleh ditampakkan oleh kaum wanita di hadapan laki-laki asing, pada ayat yang lain Alloh memerintahkan kaum wanita agar ketika keluar rumah mereka menutup pakaian dan khimarnya dengan jilbab, karena dengan itu mereka akan lebih terutup dan lebih terhomat. (Al Ahzab: 59)
Tatkala ayat di atas turun, para wanita anshar pun bila keluar rumah seakan-akan si atas kepala mereka terdapat burung-burung gagak karena pakaian (jilbab hitam) yang mereka kenakan. (hadist riwayat Abu Dawud II:182)
Lalu seperti apakah seharusnya seorang muslimah berpakaian? Cukupkah dengan hanya berjilbab? Lalu seperti apakah jilbab yang sesuai tuntunan syari’at?
Jilbab adalah kain yang dikenakan kaum wanita untuk menutup tubuhnya di atas pakaian yang dia kenakan. Definisi ini adalah menurut pendapat yang paling benar (penjelasan jilbab oleh Al Hafizh Ibnu Hajar, kitab Fathu Al-Bari I:336). Pada hadist lain disebutkan,
“Rasulullah sholAllohu ‘alaihi wassalam memerintahkan kami keluar untuk shalat ‘idul fitr dan ‘idul adha, baik yang masih gadis yang sedang menginjak dewasa, wanita-wanita yang sedang haidh maupun wanita-wanita yang dipingit. Adapun wanita-wanita yang sedang haidh mereka tidak ikut mengerjakan shalat, namun mereka menyaksikan kebaikan dan dakwah kaum muslimin. Aku berkata, ‘Wahai Rasulullah, salah seorang di antara kami ada yang tidak mempunyai jilbab. ‘Beliau menjawab, ‘Hendaklah saudarinya meminjamkan jilbabnya’”.
Dari hadist ini dapat diketahui bahwa jilbab dituntut untuk dipakai ketika wanita keluar rumah. Jadi seorang wanita tidak boleh keluar rumah kalau tidak memakai jilbab. Dan yang namanya jilbab ialah pakaian yang menutupi mulai dari ujung rambut hingga telapak kaki. Seorang muslimah tidaklah halal dilihat oleh laki-laki yang bukan mahromnya, kecuali bila dia mengenakan khimar, disamping juga jilbab, hingga terutup rapat kepala dan lehernya. Khimar, yang dimaksud disini adalah tutup kepala, Syaikh Albani telah memeriksa pendapat para ulama salaf maupun khalaf mengenai definisi khimar, beliau mencatat lebih dari dua puluh nama ulama, yang mereka adalah para imam dan hafizh. Diantara mereka ada Abul Walid Al-Baji (wafat 474 H) yang memberikan tambahan keterangan mengenai khimar ini, semoga Alloh membalas dia dengan kebaikan, dengan perkataannya: “Tidak ada yang nampak darinya, kecuali lingkaran wajahnya.”
Namun justru saat ini, pemakaian sekaligus antara khimar dan jilbab ini sering dilalaikan oleh kebanyakan kaum wanita ketika mereka keluar rumah. Kenyataan yang ada mereka hanya memakai jilbab saja, atau hanya memakai khimar saja; bahkan, terkadang tidak memenuhi kriteria kedua-duanya. Terlebih lagi masih kita dapati, para wanita memakai kerudung tetapi masih terbuka bagian tubuh yang diharamkan oleh Alloh untuk mereka tampakkan, seperti rambut, kepala bagian depan dan leher. Yang mereka kenakan yaitu jilbab yang mereka sebut jilbab gaul atau jilbab cantik, yaitu penutup kepala yang banyak tertempel berbagai hiasan hingga menarik perhatian, dengan desain yang mengikuti mode paling kini katanya.
Padahal Alloh ta’ala telah menjelaskan hikmah dari perintah mengulurkan jilbab ini dengan firmanNya:
“Hal itu adalah agar mereka lebih mudah untuk dikenali dan tidak diganggu.” (QS. Al Ahzab:59)
Yaitu, bahwa bila seorang wanita itu memakai jilbab, bisa dimengerti bahwa dia adalah seorang wanita yang bersih, menjaga diri dan berperilaku baik. Sehingga orang-orang fasik tidak berani menggodanya dengan perkataan-perkataan yang kurang sopan. Berbeda halnya kalau dia keluar dengan membuka auratnya. Tentu dalam keadaan semacam itu dia akan menjadi incaran dan sasaran orang-orang fasik, sebagaimana yang kita saksikan dimana-mana. Sehingga kita sulit membedakan antara wanita muslimah dengan wanita-wanita kafir.
Demikian, adalah wajib bagi seluruh kaum wanita, baik yang merdeka, maupun yang budak untuk menutupkan jilbab ke seluruh tubuhnya ketika mereka keluar rumah. Maka wahai saudariku, kenakanlah jilbab sebagai bentuk keta’atanmu kepada Alloh dan RasulNya. Sungguh, perintah Alloh ta’ala akan memuliakanmu, menghindarkan dirimu dari kerusakan, menahanmu dari maksiat, melindungimu agar tidak tergelincir kepada kehinaan. Allohu’alam.
Disarikan dari Kitab Terjemahan, Jilbab Mar’ah Muslimah (Jilbab Wanita Muslimah), Penulis; Muhammad Nashiruddin Al Albani, Penerbit; Al Maktabah Al Islamiyah.
—Tambahan dari Muslimah.or.id—
Definisi Jilbab
Secara bahasa, dalam kamus al Mu’jam al Wasith 1/128, disebutkan bahwa jilbab memiliki beberapa makna, yaitu:
Qomish (sejenis jubah).
Kain yang menutupi seluruh badan.
Khimar (kerudung).
Pakaian atasan seperti milhafah (selimut).
Semisal selimut (baca: kerudung) yang dipakai seorang wanita untuk menutupi tubuhnya.
Adapun secara istilah, berikut ini perkataan para ulama’ tentang hal ini.
Ibnu Hazm rahimahulloh mengatakan, “Jilbab menurut bahasa Arab yang disebutkan oleh Rasulullah shallAllohu ‘alaihi wa sallam adalah pakaian yang menutupi seluruh badan, bukan hanya sebagiannya.” Sedangkan Ibnu Katsir mengatakan, “Jilbab adalah semacam selendang yang dikenakan di atas khimar yang sekarang ini sama fungsinya seperti izar (kain penutup).” (Syaikh Al Bani dalam Jilbab Muslimah).
Syaikh bin Baz (dari Program Mausu’ah Fatawa Lajnah wal Imamain) berkata, “Jilbab adalah kain yang diletakkan di atas kepala dan badan di atas kain (dalaman). Jadi, jilbab adalah kain yang dipakai perempuan untuk menutupi kepala, wajah dan seluruh badan. Sedangkan kain untuk menutupi kepala disebut khimar. Jadi perempuan menutupi dengan jilbab, kepala, wajah dan semua badan di atas kain (dalaman).” (bin Baz, 289). Beliau juga mengatakan, “Jilbab adalah rida’ (selendang) yang dipakai di atas khimar (kerudung) seperti abaya (pakaian wanita Saudi).” (bin Baz, 214). Di tempat yang lain beliau mengatakan, “Jilbab adalah kain yang diletakkan seorang perempuan di atas kepala dan badannnya untuk menutupi wajah dan badan, sebagai pakaian tambahan untuk pakaian yang biasa (dipakai di rumah).” (bin Baz, 746). Beliau juga berkata, “Jilbab adalah semua kain yang dipakai seorang perempuan untuk menutupi badan. Kain ini dipakai setelah memakai dar’un (sejenis jubah) dan khimar (kerudung kepala) dengan tujuan menutupi tempat-tempat perhiasan baik asli (baca: aurat) ataupun buatan (misal, kalung, anting-anting, dll).” (bin Baz, 313).
Dalam artikel sebelumnya, terdapat pertanyaan apa beda antara jilbab dengan hijab. Syaikh Al Bani rahimahulloh mengatakan, “Setiap jilbab adalah hijab, tetapi tidak semua hijab itu jilbab, sebagaimana yang tampak.” Sehingga memang terkadang kata hijab dimaksudkan untuk makna jilbab. Adapun makna lain dari hijab adalah sesuatu yang menutupi atau meghalangi dirinya, baik berupa tembok, sket ataupun yang lainnya. Inilah yang dimaksud dalam firman Alloh Subhanahu wa Ta’ala dalam surat al-Ahzab ayat 53,
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memasuki rumah-rumah nabi kecuali bila kamu diberi izin… dan apabila kamu meminta sesuatu keperluan kepda mereka (para istri Nabi), maka mintalah dari balik hijab…”

Wanita Dalam Pandangan Islam

I. Pendahuluan

Wanita adalah sosok yang kerap kali menjadi perbincangan yang tiada habisnya. Sesuatu yang menyangkut wanita akan terus mendapat perhatian untuk dibicarakan. Bagi sebagian orang, wanita adalah masyarakat kelas dua. Ia tidak berhak untuk berpendapat bahkan mengurus dirinya sendiri. Semuanya diatur oleh laki-laki. Di satu sisi ada yang begitu memuja wanita. Hidup seakan mati tanpanya, segala yang dilakukannya adalah untuk wanita.

Disisi lain banyak para filosofis menganggap wanita sebagai biang keladi terjadinya berbagai bentuk bencana dan tindak kriminalitas di dunia. Negara hancur karena wanita. Seorang pangeran bahkan ada yang rela menanggalkan mahkotanya kerajaannya karena wanita. Pertikaian muncul akibat perebutan wanita. Bahkan muncul permasalahan dari kaum agama bahwa wanitalah yang menyebabkan Nabi Adam as. turun ke bumi. Wanita dianggap penyebab terjadinya dosa.

II. Pandangan Manusia Terhadap Wanita

Secara umum ada dua kelompok manusia dalam memandang wanita, yaitu:

a. Kelompok yang berbaik sangka kepada wanita, Seorang pujangga pernah berkata:

Kaum wanita itu bagaikan minyak kesturi…
Yang diciptakan untuk kita…
Setiap kita tentu merasa senang mencium aromanya…
Seorang ibu ibarat sekolah…
Apabila kamu siapkan dengan baik…

Berarti kamu menyiapkan satu bangsa yang harum namanya…
…Dibalik keberhasilan setiap Pemimpin ada wanita…

b. Kelompok yang menjadi musuh wanita, Pujangga lain berkata:

Kaum wanita itu bagaikan syaithan…
Yang diciptakan untuk kita…
Kita berlindung kepada Allah…
Bila ada kerusakan di bumi ini lihat wanitanya…

Satu hal yang perlu direnungi bersama adalah baik kelompok yang memuja maupun yang membencinya terkadang melakukan tindakan eksploitasi terhadap keberadaan wanita. Seringkali wanita tidak menyadari bahwa apakah dirinya dieksploitasi (dimanfaatkan) atau dimuliakan. Oleh karena itulah setiap muslim perlu mengetahui bagaimana Islam memperlakukan wanita. Berdasarkan lembaran sejarah, kita mengetahui bagaimana wanita dapat memiliki dirinya sendiri dan menyadari keberadaannya tidak hanya sebagai saudara dari laki-laki namun yang terpenting adalah hamba Allah SWT yang sama-sama menyembah Allah SWT.

Islamlah yang membebaskan wanita dari anggapan buruk terhina memiliki anak perempuan. Kisah Umar bin Khatab menjelaskan bagaimana budaya Arab jahiliyah terhadap wanita, sehingga ia rela menguburkan anak perempuannya agar tidak mendapat malu. Pada saat itu wanita menjadi harta warisan bila ayahnya wafat. Islam pulalah yang mengajarkan kedua orang tua untuk merawat dan mendidik anak perempuannya bila keduanya ingin masuk syurga.

III. Pandangan Islam Terhadap Wanita

Dalam Islam, wanita bukanlah musuh atau lawan kaum laki-laki. Sebaliknya wanita adalah bagian dari laki-laki demikian pula laki-laki adalah bagian dari wanita, keduanya bersifat saling melengkapi. (QS. Ali Imran (3) : 195)

Dalam Islam tidak pernah dibayangkan adanya pengurangan hak wanita atau penzhaliman wanita demi kepentingan laki-laki karena Islam adalah syariat yang diturunkan untuk laki-laki dan perempuan. Akan tetapi ada beberapa pemikiran keliru tentang wanita yang menyelusup ke dalam benak sekelompok umat Islam sehingga mereka senantiasa memiliki persepsi negatif terhadap watak dan peran wanita. Salah satu contohnya adalah perlarangan wanita keluar rumah untuk menuntut ilmu dan mendalami agama dengan alasan ada orang tua dan suami yang yang berhak dan berkewajiban mendidik serta memberikan pelajaran. Akibatnya mereka menghambat wanita dari pancaran ilmu pengetahuan dan memaksanya hidup dalam kegelapan dan kebodohan.

1. Laki-laki dan wanita dari asal yang sama, QS. An Nisaa’ (4) : 1
2. Tanggung jawab kemanusiaan seorang wanita, QS. Ali Imran (3) : 195
3. Pembebasan wanita dari kezhaliman jahiliyah, QS. An Nahl (16) : 58-59
4. Pembebasan wanita dari pengharaman hal yang baik pada masa jahiliyah. Seringkali wanita diharamkan untuk memakan sesuatu atau memiliki sesuatu. Ketika Islam datang maka pengharaman itu digugurkan, sehingga wanita memperoleh hak yang sama mengenai hal ini, QS. Al An’aam (6) : 139
5. Pembebasan dari harta warisan dan dalam perkawinan, QS. An Nisaa’ (4) : 19
6. Pembebasan dari buruknya hubungan keluarga akibat perkawinan. Pada masa jahiliyah, wanita yang telah menikah dengan bapaknya dapat diturunkan kepada anak yang dilahirkannya sehingga akan menimbulkan kerancuan dan kehancuran dalam keluarga namun setelah Islam datang semua itu diharamkan, QS. An Nisaa’ (4) : 22-23
7. Penegasan tentang karakteristik wanita muslimah :

a. Wanita dan pria memiliki peran yang berbeda-beda sesuai dengan karakteristiknya masing-masing, QS. Al Lail (92) : 1-4

b. Menutup aurat
Bila kita mau merenungi dan mengambil hikmah dari perintah Allah kepada muslimah untuk menutup aurat pada dasarnya adalah menjaga dan melindungi wanita itu dari kemungkinan negatif dari pandangan manusia yang melihatnya serta menjaganya agar dapat aman beraktivitas, QS. An Nur (24) : 31

c. Mendapat balasan yang sama dengan laki-laki di akhirat, QS. Al Hadid (57) : 12

Sabtu, 12 September 2009

Ciri Wanita Muslimah Ahli Surga

Tentunya setiap wanita Muslimah ingin menjadi ahli Surga. Pada hakikatnya wanita ahli Surga adalah wanita yang taat kepada Allah dan Rasul-Nya. Seluruh ciri-cirinya merupakan cerminan ketaatan yang dia miliki. Di antara ciri-ciri wanita ahli Surga adalah :

  1. 1. Bertakwa.
  2. 2. Beriman kepada Allah, Malaikat-Malaikat-Nya, Kitab-Kitab-Nya, Rasul-Rasul-Nya, hari kiamat, dan beriman kepada takdir yang baik maupun yang buruk.
  3. Bersaksi bahwa tiada ilah yang berhak disembah kecuali Allah, bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba dan Rasul-Nya, mendirikan shalat, menunaikan zakat, berpuasa di bulan Ramadlan, dan naik haji bagi yang mampu.
  4. Ihsan, yaitu beribadah kepada Allah seakan-akan melihat Allah, jika dia tidak dapat melihat Allah, dia mengetahui bahwa Allah melihat dirinya.
  5. Ikhlas beribadah semata-mata kepada Allah, tawakkal kepada Allah, mencintai Allah dan Rasul-Nya, takut terhadap adzab Allah, mengharap rahmat Allah, bertaubat kepada-Nya, dan bersabar atas segala takdir-takdir Allah serta mensyukuri segala kenikmatan yang diberikan kepadanya.
  6. Gemar membaca Al Qur’an dan berusaha memahaminya, berdzikir mengingat Allah ketika sendiri atau bersama banyak orang dan berdoa kepada Allah semata.
  7. Menghidupkan amar ma’ruf dan nahi mungkar pada keluarga dan masyarakat.
  8. Berbuat baik (ihsan) kepada tetangga, anak yatim, fakir miskin, dan seluruh makhluk, serta berbuat baik terhadap hewan ternak yang dia miliki.
  9. Menyambung tali persaudaraan terhadap orang yang memutuskannya, memberi kepada orang, menahan pemberian kepada dirinya, dan memaafkan orang yang mendhaliminya.
  10. Berinfak, baik ketika lapang maupun dalam keadaan sempit, menahan amarah dan memaafkan manusia.
  11. Adil dalam segala perkara dan bersikap adil terhadap seluruh makhluk.
  12. Menjaga lisannya dari perkataan dusta, saksi palsu dan menceritakan kejelekan orang lain (ghibah).
  13. Menepati janji dan amanah yang diberikan kepadanya.
  14. Berbakti kepada kedua orang tua.
  15. Menyambung silaturahmi dengan karib kerabatnya, sahabat terdekat dan terjauh.

Demikian beberapa ciri-ciri wanita Ahli Surga yang kami sadur dari kitab Majmu’ Fatawa karya Syaikhul Islam Ibnu Tamiyyah juz 11 halaman 422-423. Ciri-ciri tersebut bukan merupakan suatu batasan tetapi ciri-ciri wanita Ahli Surga seluruhnya masuk dalam kerangka taat kepada Allah dan Rasul-Nya. Allah Ta’ala berfirman : “ … dan barangsiapa taat kepada Allah dan Rasul-Nya, niscaya Allah memasukkannya ke dalam Surga yang mengalir di dalamnya sungai-sungai sedang mereka kekal di dalamnya dan itulah kemenangan yang besar.” (QS. An Nisa’ : 13)

Wallahu A’lam Bis Shawab.

Pesona Kecantikan Batin Wanita Muslimah

Malu karena Allah adalah perona pipinya…..Penghias rambutnya adalah jilbab yang terulur sampai dadanya…..Zikir yang senantiasa membasahi bibir adalah lipstiknya……Kacamatanya adalah penglihatan yang terhindar dari maksiat……Air wudhu adalah bedaknya untuk cahaya di akherat….Kaki indahnya selalu menghadiri majelis ilmu……Tanganya selalu berbuat baik pada sesama….Pendengaran yang ma’ruf adalah anting muslimah…..Gelangnya adalah tawadhu…..Kalungnya adalah kesucian

Membaca sebait puisi yang tertulis di dalam buku Kotak kecantikan Ajaib yang ditulis oleh Ninih Muthmainnah atau yang biasa disebut teh ninih membuat saya berfikir bahwa mungkinkah bisa menjadi seperti apa yang beliau uraikan tersebut. Buku yang menjelaskan tentang lika-liku seorang muslimah, bagaimana pentingnya mengutamakan kecantikan batin dari pada hanya memperhatikan kecantikan fisik semata. Yahh..wanita dengan segala keindahanya..karena memang seperti itulah Allah menciptakan makhluk yang bernama wanita. Namun terkadang…kecantikan itu yang bisa membuat wanita menjadi penghuni neraka terbanyak dibandingkan laki-laki.Siapa sih yang tidak ingin disebut cantik? Semua wanita pasti menginginkannya. Berbagai macam cara dilakukan agar bisa terlihat cantik. Bahkan yang sebenernya tidak terlalu cantik, bisa mendadak jadi cantik kalau dia makeover tubuhnya disalon dan berdandan dengan pakaian yang modis. Halah…kayaknya butuh ekstra banyak doku deh kalau mau terus ngikutin hawa nafsu biar tetep di bilang cantik.

“eh…aku dah cantik blum”“

kira-kira…pantes gak ya aku dandan kaya gini”

“pakaian sama dandanan apaan sih yang lagi ngetrend saat ini, mau dunk di makeover kaya majalah itu”

“kira-kira si dia suka gak ya, tampilan cewek modis”

Bla…bla…bla….banyak deh rumpian yang sering kita denger kalo segenk wanita sudah ngomongin masalah penampilan atau kecantikan fisik. Memang cantik fisik itu penting juga, dan tidak bisa dianggap remeh. Tapi, apakah hanya sekedar cantik parasnya, mata yang indah, suara merdu? Tentu saja tidak. Kecantikan luar itu tidak akan bermakna tanpa ada kecantikan yang datang dari dalam. Waduuhh…apa lagi nih? Kecantikan batin atau bahasa kerenya Inner Beauty.

Terkadang kita pernah melihat atau berbicara dengan seseorang yang sebenarnya dari penampilan fisiknya biasa-biasa saja, tapi ada aura yang terpancar dari dirinya yang membuat kita merasa tertarik padanya. Nah! Pesona inilah yang disebut dengan Inner Beauty. Menurut buku yang saya baca ini, Inner Beauty adalah suatu kekuatan yang tidak terlihat memancarkan keindahan, karisma seseorang. Tetapi pengaruhnya dapat dirasakan oleh orang lain yang berada disekitarnya dan juga memiliki ketaqwaan kepada Allah. Wanita yang senantiasa memelihara ketaqwaan akan dapat mengalahkan kecantikan yang hanya dimiliki lahiriah saja.

Ciri wanita bertaqwa adalah mencintai Allah dan Rasulnya. menutup auratnya, melakukan ibadah-ibadah sunnah, berdzikir kepada Allah, bergaul dengan orang-orang shaleh, merasa diawasi oleh Allah, mengendalikan hawa nafsu.

sudah jelas mengenai inner beauty? Sekarang bagaimana caranya supaya memiliki inner beauty tersebut.Seorang muslimah, dapat memancarkan aura keanggunan fisiknya dari kepribadianya sehingga dapat tampil mempesona. Agar aura kecantikan bisa terpancar, maka diperlukan adanya keseimbangan antara kecantikan fisik dan juga kecantikan batinnya.Bagaimana bisa menampilkan inner beauty? Kunci utamanya adalah harus tampil percaya diri atau PeDe, berfikiran positif, dan tidak menyesali keadaan. Mampu mengendalikan stress.dan tetap semangat dalam menghadapi segala cobaan. Manajemen hati juga penting lho! Supaya bisa terhindar dari rasa benci, dengki, iri, mencoba untuk menghargai orang lain, gaya hidup yang sehat serta pola makan yang tepat. wah berat juga yaa…tapi mulai dicoba tidak ada salahnya kan?

Lantas, bagaimana caranya mengasah inner beauty tersebut?

Pertama, berfikiran positif. Berfikir positif pada diri sendiri dan juga pada orang lain. Muslimah yang berfikiran positif diyakini dapat membuat wajah lebih bersinar karena yang ada di dalam hati dan pikiran terpancar melalui wajah dan mata. Jangan menyesali kekurangan diri, lebih baik berfikir bahwa manusia memiliki kekurangan dan juga kelebihan.

Kedua, rasa Syukur. Rasa syukur juga membuat kita terhindar dari penyakit hati. Bersyukur dengan apa yang telah Allah berikan karena pada dasarnya Allah sudah menciptakan fisik kita sedemikian sempurnanya. Rasa syukur akan membuat batin terasa lebih tentram. Biasakan juga untuk mengulurkan bantuan dengan ikhlas bagi orang yang membutuhkan.

Ketiga, mengasah kemampuan intelektual. Dengan wawasan serta pengetahuan yang luas akan membuat wanita muslimah memiliki nilai tambah tersendiri.

Keempat, hal yang tidak kalah pentingnya adalah SENYUM (^_^). Karena senyum yang tulus dapat meluluhkan ketegangan jiwa dan membuat wajah lebih bersinar. Hiks! Senyumnya asal jangan disalah artikan saja yaa…..

Ciri-ciri wanita muslimah yang memiliki kecantikan inner beauty itu, mereka yang mampu bertoleransi dan berinteraksi dengan sesama, mempunyai rasa sayang terhadap siapapun, dan rendah hati serta kuat iman. Heemmm…kira-kira…sudah ada blum yaa di diri ini ciri-ciri tersebut? Yah kalau kepingin punya ciri-ciri tersebut. Tidak ada salahnya kan mencoba mengikuti saran teh ninih?